Kamis, 28 April 2011

FENOMENA PENDIDIKAN


M. Fadly Sembiring (10-006)  
Novira Khasanah Hrp (10-054)  
Khairunniswah (10-084)  

 
Pembahasan kali ini, kami akan mengungkap fenomena di Indonesia yang berkaitan dengan pendidikan. pendidikan di Indonesia pada awalnya didasari oleh pendidikan yang diterapkan dalam lingkungan keluarga. dimana keluarga mengajarkan moral yang nantinya akan diterapkan anak dan menjadi dasar kepribadiannya pada masa dewasa kelak.

keluarga memiliki peran penting dalam mendidik anaknya. bagaimanapun sifat seorang anak tentunya dapat dilihat dari prilaku keluarganya. keluarga berhak mengawasi apa saja yang boleh dilakukan si anak dan yang tidak boleh dilakukannya. biasanya keluarga selalu mengajarkan morl tersebut berdasarkan peraturan agamanya masing-masing.

begitu juga dengan pendidikan yang diberikan sekolah. pendidikan tersebut penting untuk meningkatkan moral anak atau perkembangan prilakunya di masyarakat kelak. peningkatan moral yang diberikan sekolah, nantinya akan diterapkan anak dalam lingkungannya yang pastinya juga akan dibantu pengaplikasiannya oleh orang tua. 
contohnya saja, apabila seorang anak diberikan pendidikan tentang tata krama yang umum seperti berdoa ketika ingin makan, menjenguk tetangga atau teman yang sakit, saling menghargai satu sama lain, tentunya saja hal ini akan aplikasikan di lingkungan sekitar rumah yang nantinya akan meningkat ke aspek yang lain.

lalu bagaimana dengan fenomena yang terjadi seperti yang kita lihat beberapa fenomena yang marak di negara kita. contohnya saja, pelecehan seksual yang sering dilakukan guru kepada anak muridnya. tentu saja dalam hal ini orangtua berperan penting untuk memulihkan keadaan sia anak. orang tua lebih ditekankan untuk senantiasa menjaga dan mengawasi sia anak agar tidak terpengaruh dan tidak terjerumus ke lubang yang salah.

dalam psikologi pendidikan, pendidikan yang paling banyak berperan penting dalam pembentukan moral anak  menurut kelompook kami adalah keluarga. keluarga yang pertamma kali menanamkan moral yang nantinya juga akan menjadi fondasi kepribadian anak. begitu juga dengan pendidikan yang diberikan oleh sekolah, pendidikan tersebut tidak akan berjalan apabila keluarga tidak berperan dalam pengaplikasiannya di kehidupan sehari-hari anak.

apabila lingkungan keluarga baik, maka baik juga anak tersebut. namun, apabila lingkungannya buruk, buruk jugalah anak tersebut walaupun sang anak telah mendapatkan pelajaran yang baik dari lngkungan sekolah.
sekian hasil diskusi kami, apabila terdapat kekurangan kami minta maaf yang sebesar-besarnya.

Kamis, 21 April 2011

Peran Psikologi Terhadap Pendidikan


  Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa sudah sejak lama bidang psikologi pendidikan telah digunakan sebagai landasan dalam pengembangan teori dan praktek pendidikan dan telah memberikan kontribusi yang besar terhadap pendidikan, diantaranya terhadap pengembangan kurikulum, sistem pembelajaran dan sistem penilaian.
1. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum.
Kajian psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum pendidikan terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek perilaku dalam konteks belajar mengajar. Terlepas dari berbagai aliran psikologi yang mewarnai pendidikan, pada intinya kajian psikologis ini memberikan perhatian terhadap bagaimana input, proses dan output pendidikan dapat berjalan dengan tidak mengabaikan aspek perilaku dan kepribadian peserta didik.
Secara psikologis, manusia merupakan individu yang unik. Dengan demikian, kajian psikologis dalam pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu, baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaaan serta karakterisktik-karakteristik individu lainnya.
Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu menyediakan kesempatan kepada setiap individu untuk dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, baik dalam hal subject matter maupun metode penyampaiannya.
Secara khusus, dalam konteks pendidikan di Indonesia saat ini, kurikulum yang dikembangkan saat ini adalah kurikulum berbasis kompetensi, yang pada intinya menekankan pada upaya pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Dengan demikian dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, kajian psikologis terutama berkenaan dengan aspek-aspek:(1) kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks; (2) pengalaman belajar siswa; (3) hasil belajar (learning outcomes), dan (4) standarisasi kemampuan siswa
2. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran
Kajian psikologi pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang mendasari sistem pembelajaran. Kita mengenal adanya sejumlah teori dalam pembelajaran, seperti : teori classical conditioning, connectionism, operant conditioning, gestalt, teori daya, teori kognitif dan teori-teori pembelajaran lainnya. Terlepas dari kontroversi yang menyertai kelemahan dari masing masing teori tersebut, pada kenyataannya teori-teori tersebut telah memberikan sumbangan yang signifikan dalam proses pembelajaran.
 Di samping itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar, yakni :
1. Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan
 2. Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh orang lain.
 3. Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesulitan dan berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.
 4. Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya.
 5. Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil sambilan.
 6. Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.
 7. Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun termasuk pula aspek emosional, sosial, etis dan sebagainya.
 8. Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.
 9. Untuk belajar diperlukan insight. Apa yang dipelajari harus benar-benar dipahami. Belajar bukan sekedar menghafal fakta lepas secara verbalistis.
 10. Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan-tujuan lain.
 11. Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan.
 12. Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
 13. Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar.
3. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Penilaian
Penilaiain pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melaui kajian psikologis kita dapat memahami perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu.
Di samping itu, kajian psikologis telah memberikan sumbangan nyata dalam pengukuran potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama setelah dikembangkannya berbagai tes psikologis, baik untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat maupun kepribadian individu lainnya.Kita mengenal sejumlah tes psikologis yang saat ini masih banyak digunakan untuk mengukur potensi seorang individu, seperti Multiple Aptitude Test (MAT), Differensial Aptitude Tes (DAT), EPPS dan alat ukur lainnya.
 Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran psikologis, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan individu yang optimal.
Oleh karena itu, betapa pentingnya penguasaan psikologi pendidikan bagi kalangan guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya.

Jumat, 15 April 2011

Sekolah inklusi Anak Berkebutuhan Khusus


Sekolah inklusi adalah institusi pendidikan yang memberikan pengajaran kepada siswa umum dan ABK dalam satu kelas. Sekolah umum yang berminat memberikan layanan pendidikan inklusi harus sudah mempelajari pendidikan luar biasa.

Dalam perkembangannya sekolah inklusi banyak mengalami hambatan dalam merealisasikanya kedalam minat masyarakat dan banyak faktor intern dalam program perkembangan sekolah inklusi itu sendiri.
Diantaranya pengetahuan orang tua yang minim akan kebutuhan pendidikan sang anak. hal sangat disayangkan adalah para pengajar yang sanggup mengatakan kepada orang tua agar anak mereka besekolah di SLB. Namun setelah dibawa ke SLB dinyatakan bahwa anak mereka tidak mengalami gangguan pada diri si anak.
 Hal ini akan sangat membuat para orang tua bingung dan akan mengalami kekecewaan karena anak mereka dianggap tidak mampu dalam pendidikan.
 Disinilah peran sekolah inklusi sangat dibutuhkan. Sebenarnya para orang tua tidak perlu terlalu cemas ataupun tidak lagi memikirkan program pendidikan anak. Justru dalam program sekolah inklusi ini orang tua juga harus belajar dan akan menyadari dengan sendirinya bahwa anak tidak serta merta mengalami gangguan pendidikan, melainkan ada harus ada kebutuhan khusus yang dilakukan agar proses kerja dan pemahaman anak dapat dirangsang dan mengoptimalkan kecerdasannya yang bertujuan untuk mengasah daya kreatifitas anak.
Peran tenaga pengajar dalam hal ini sangat dibutuhkan keprofesioanal sang pengajar agar tidak mematahkan semangat orang tua dan memberikan solusi yang baik kepada para orang tua.